topbella

Sabtu, 26 Mei 2012


BAB I
PENDAHULUAN

A.            Latar Belakang
Manusia merupakan generasi penerus bangsa yang perlu dididik dan dibina agar dapat melanjutkan pembangunan nasional. Seorang individu yang sudah dilahirkan tidak terlepas dari ligkungan keluarga, sekolah dan masyarakat yang dapat mempengaruhi pembentukan kepribadiannya. Generasi penerus ini diharapkan mampu memikul tugas dan tanggungjawab sebagai penggerak dan pelaksana pembangunan guna meneruskan cita-cita nasional.
Anak sebagai titisan dari yang maha kuasa pada dasarnya membutuhkan perhatian dan tanggungjawab yang serius yang dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Diawali dari pendidikan keluarga, anak akan berkembang dan saatnya menginjak usia sekolah, maka pendidikan berikutnya dilanjutkan di sekolah. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal yang dipercaya mampu memanusiakan manusia, sehingga dengan lembaga inilah manusia mampu berinteraksi dengan lebih exist di dalam lingkungan masyarakat. Kebutuhan akan pendidikan di sekolah merupakan salah satu yang dianggap sebagai bagian dari kebutuhan dasar di zaman modern ini. Oleh karena itu pendidikan dianggap tidak ada ubahnya dengan kebutuhan akan sandang, pangan dan papan.
Di dalam pndididkan, manusia akan dituntut untuk lebih berkompeten, dan benar-benar mempersiapkan diri menjadi bagian dari pasat tenaga kerja di masyarakat, baik dulu, sekarang maupun dimasa yang akan datang. Sehingga pendidikan di sekolah bukan hanya berorientasi pada masalah ekonomi semata, melainkan mengungkap masalah social, budaya maupun masalah politik.
Salah satu konsep yang selalu ditekankan Negara terhadap masyarakat adalah anak merupakan generasi muda calon penerus pembangunan bangsa. Besar harapan bangsa ini agar kelak Negara ini tidak tertinggal dari Negara-negara lainnya. Oleh karena itulah sekolah dan Negara merupakan dua sisis yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Oleh karena itulah sekolah dipercaya Negara untuk mencerdaskan dan mensejahterakan kehidupan bangsa.
Dapat kita lihat, bahwa tidak semua manusia yang ada di dunia ini terlahir sebagai manusia normal. Ada yang sejak lahir mengalami kecacatan atau pada saat masa perkembangan mengalami kecacatan atau ketunaan. Ketidak sempurnaan ini dapat menjadi masalah bagi orang-orang yang mengalaminya. Perkembangan seseorag dipengaruhi oleh lingkungan disekitarnya. Keluarga memiliki peranan penting dalam pembentukan kepribadian seorang individu. Namun, hal ini bukan berarti melepaskan peranan lingkungan atau masyarakat yang juga mempengaruhi perilaku seseorang. Manusia yang sudah terlahir akan dididik di dalam keluarga yang merupakan pendidikan pertama dan kemudian berkembang dan bergabung dengan masyarakat yang ada disekitarnya.
Indera pengelihatan adalah salah satu sumber informasi vital bagi manusia. Tidak berlebihan apabila dikemukakan bahwa sebagian besar informasi yang diperoleh oleh manusia berasal dari penglihatan, sedangkan selebihnya berasal dari panca indra yang lain. Dengan demikian, dapat dipahami bila seseorang mengalami gangguan pada indra penglihatan, maka kemampuan aktifitasnya akan sangat terbatas, karena informasi yang diperoleh akan jauh berkurang dibandingkan mereka yang berpenglihatan normal. Hal ini, apabila tidak mendapat penanganan/rehabilitas khusus, akan mengakibatkan timbulnya berbagai kendala psikologis, seperti misalnya perasaan inferior, depresi atai perasaan hilangnya makna hidup. Seorang penyandang kebutaan atau tunanetra sangat memerlukan bantuan orang lain dalam melakukan aktivitasnya.
Peranan keluarga sangat diperlukan untuk mendampingi tunanetra tersebut. Namun, kondisi orang tua yang tidak memadai membuat si tunanetra harus hidup mandiri. Misalnya kondisi ekonomi orang tua yang lemah, ekonomi yang lemah membuat orang tua harus bekerja sepanjang hari untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Kesibukan bekerja juga dapat membuat orang tua tidak punya waktu terhadap anak-anaknya, yang termasuk juga terhadap mereka-mereka yang menderita cacat mata atau tunanetra. Si tunanetra dibiarkan berkembang sendiri tanpa memperhatikan kebutuhan-kebutuhan tunanetra yang harus dipenuhi. Tuntutan ekonomi membuat orang tua tidak mampu berbuat banyak bagi anaknya yang mengalami ketunaan. Hal ini membuat si tunanera akan hidup dengan semaunya tanpa dengan aturan dari orang tua yang selalu mengawasinya.
Manusia tunanetra sering dianggap sebagai orang yang tidak memiliki kemandirian dan selalu tergantung kepada orang lain dalam melakukan aktifitasnya. Masyarakat merasa terganggu dengan keberadaan tunanetra dan tidak berguna sehingga selalu menimbulkan masalah bagi mereka. Hal tersebut membuat tunanetra menjadi tidak percaya diri dan merasa tidak dibutuhkan serta rendah diri. Perkembangan tunanetra menjadi tidak stabil dan sering merasa tidak diperhatikan. Selain keluarga tunanetra memerlukan bimbingan dari masyarakat yang dapat mempengaruhi pola tingkah lakunya di masyarakat. Tetapi akan membangkitkan keinginan dan semangat untuk menjadi lebih baik dan dapat hidup mandiri.
Sama halnya dengan manusia normal, tunanetra juga memerlukan pendidikan, sekolah, bimbingan, pelaihan dan lain-lain. Wujudnya dapat berbentuk formal, informal, dan noformal yang berguna bagi prkembangan pengetahuan dan mental mereka. Pada dasarnya, tunanetra memiliki tingkat inteligensi yang memadai dan bahkan ada yang diatas rata-rata anak normal. Namun, potensi yang tunanetra miliki tidak dapat diwujudkan dalam masyarakat karena masyarakat telah merendahkan tunanetra dan dianggap tidak mampu bersaing dengan anak-anak normal. Sehingga tidak sedikit sekolah umum yang menolak tunanetra untuk memperoleh pendidikan di tempat tersebut.
Pendidikan dan keterampilan merupakan hal yang terpenting bagi tunanetra. Hal ini hanya didapatkan oleh mereka dari lembaga-lembaga social seperti panti asuhan, sekolah luar biasa dan lain-lain yang memberikan pelayanan social bagi tunanetra agar dapat mengembangkan potensi dalam diri mereka sehingga tunanetra tetap eksis ditengah-tengah masyarakat. Setelah selesai mendapatkan pendidikan, mereka tidak memiliki lapangan pekerjaan formal yang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Tidak ada lowongan pekerjaan bagi tunanetra di perusahaan-perusahaan.
Dalam kenyataan, jarang sekali perusahaan yang bersedia menerima penderita cacat fisik sebagai karyawan/inya. Sebagai negara hukum yang meberikan perlindungan kepada warga negaranya, kedudukan manusia dipandang sama. Karena tunanetra juga berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Sampai saat ini pekerjaan yang bisa mereka lakukan hanyalah sebagai juru pijat untuk mendapatkan uang untuk kehidupan mereka.
Oleh karena itulah, di Negara kita telah berkembang system PLB (Pendidikan Luar Biasa) dengan tujuan agar mereka dapat didik dalam bidang-bidang pekerjaan yang memerlukan kecerdasan diluar keterampilan di dalam bidang pekerjan tangan. Untuk itulah maka para peminat dan pecinta pendidikan untuk tunanetra berusaha untuk menemukan solusi agar para tunanetra dapat membaca dan menulis. Karena semangat inilah maka akhirnya setelah melalui percobaan-percobaan ditemukan tulisan yang dikhususkan untuk tunanetra yakni Tulisan Braille. Yakni satu-satunya tulisan yang relative berbeda dengan tulisan biasa, berbentuk timbul.
Segala warga Negara Indonesia berhak mendapatkan pengajaran dan pendidikan tanpa terkecuali. Tidak membedakan si kaya atau yang miskin. Akan tetapi bagi orang-orang yang mengalami kecacatan fisik sering mendapatkan perlakuan yang kurang adil. Seperti tunanetra, kelangsungan hidup mereka akan pendidikan sering tergantung kepada PLB (Pendidikan Luar Biasa). Adapun lembaga pendidikan/sekolah pada umumnya tidak menerima bagi mereka yang mengalami kecacatan fisik. Dengan adanya lembaga terkhusus inilan para tunanetra dapat menikmati pendidikan, sehingga mampu mempersiapkan diri ke masa yang akan datang.
Berangkat dari landasan inilah, maka kehidupan social tunanetra baik di dalam panti maupun di lingkungan masyarakat pada umumnya berhak mendapatkan perhatian dari pemerintah. Tunanetra yang dipandang sebagai makhluk yang lemah tidak sepantasnya mendapatkan perlakuan yang tidak adil baik dalam keluarga, masyarakat bahkan Negara sekalipun. Seyogyanya, mereka harus mendapatkan hak-hak sebagai manusia yang mendapatkan perlindungn hukum, kesejahteraan hidup seperti pendidikan, pelatihan-pelatihan keterampilan membuat berbagai keterampilan, mendapatkan rasa keselamatan, kesusilaan, ketentraman batin. Sehingga lahir batin. Sehingga dengan demikian mereka-mereka yang menyandang cacat seperti ini dapat mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan social sebaik-baiknya bagi diri, serta kewajiban manusia sesuai dengan amanat pancasila.
PLB dikhususkan kepada para penyandang kebutaan merupakan wujud kesejahteraan social yang dihadiahi oleh para pemerhati-pemerhati pendidikan, pemerintah/Negara serta lembaga-kembagaa tertentu. Program pendidikan ini sifatnya melayani, membimbing dan membina para tunanetra, sehingga mereka mampu memiliki pengetahuan atau keterampilan yang bisa diandalkan untuk menopang hidup.
System pendidikan nasional di Indonesia secara umum dibagi menjadi tiga jenjang, yakni pedidikan dasar, pendidikan menengah dan dilanjutkan dengan pendidikan tinggi. PLB juga merupakan bagian dari system pendidikan nasional, tetapi berbeda dengan pendidikan pada umumnya. Lembaga pendidikan ini dikhususkan untuk menampung para tunanetra. Lembaga inilah yang dinamakan dengan SLB. SLB yang dikhususkan untuk para tunanetra adalah SLB-A. sekolah Luar Biasa Tunanetra (SLB-A) Surakarta merupakan salah satu lembaga social yang didirikan untuk memberikan pendidikan pengetahuan dan keterampilan dalam meningkatkan potensi tunanetra dan memciptakan tunanetra yang mandiri. Melalui sekolah luar biasa tunanetra ini diharapkan tunanetra dapat berkembang dan mendapatkan bimbinagn serta menanamkan rasa percaya diri penderita tunanetra sehingga dapat berswadaya dalam masyarakat.
Adapun tujuan dari lembaga ini tak lain tak bukan hanyalah untuk mensejahterakan kehidupan tunanetra kelak. Oleh karena itu penulis tertarik melakukan penelitian yang dituangkan dalam makalah LAPORAN SURVEY SLB-A YKAB SURAKARTA”. Dengan memberikan pemahaman bagaimana tunanetra memaknai sekolah itu sendiri. Dan peneliti juga ingin melihat bagaimana kehidipan sosian tunanetra di yayasan ini berdasarkan system social-budaya, ekonomi, status, umur, golongan, jenis kelamin yang berbeda.

B.            Arti pentingnya
Arti penting dari pengadaan survey ini selain memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Inklusi adalah dapat menguraikan karakteristik dari masing-masing anak yang mengalami gangguan fungsi pancaindra, mengidentifikasi faktor-faktor penyebab anak yang mengalami gangguan fungsi pancaindra, Mengemukakan alternatif bantuan serta teknik-teknik bimbingan khusus yang dikaitkan bagi anak yang mengalami gangguan fungsi pancaindra, Sebagai sumber bacaan mengenai bimbingan anak berkebutuhan khusus yang mengalami gangguan fungsi panca indra.

C.            Tujuan dan manfaat penelitian
1.               Tujuan penelitian
*      Untuk mengetahui seberapa pentingnya sekolah agi tunanetra
*      Untuk mengetahui partisipasi sekolah terhdap tunanetra
*      Mengetahi makna tunanetra terhadap sekolah iti sendiri

2.            Manfaat penelitian
*      Hasil penelitian diharapkan dapat berguna sebagai bahan bacaan untuk informasi bagaimana sebenarnya sekolah tunanetra
*      Hasil penelitian yang didapat berguna sebagai bahan referensi untuk informasi pengeangan ilmu pengetahuan bagi para instansi-instansi pemerintah, swasta, lembaga formal maupun non formal.
*      Hasil penelitian yang didapat berguna sebagai bahan bacaan untuk informasi penting atau pengembangan pengetahuan bagi masyarakat khususnya bagi orang tua yang anaknya mengalami kecacatan mata dan peduli dengan pendidikan dan masa depan anaknya.
*      Dapat menjadi masukan bagi peningkatan kualitas Sekolah Luar Biasa (SLB-A) YKAB yang mempengaruhi perkembangan diri tunanetra.


BAB II
PENBAHASAN DAN LAPORAN HASIL OBSERVASI

A.   Laporan Hasil Opservasi dan Identifikasi
Saya melakukan observasi bersama teman-teman sekelompok dari prodi Bimbingan dan Konseling UNS pada tanggal 4 Nopember 2010 di SLB-A YKAB SURAKARTA, dimana sekolah terebut beralamatkan di Jalan HOS Cokroaminoto 43 Jagalan, Jebres, Surakarta.  Sebelum melakukan observasi kami minta izin dahulu kepada salah seorang guru bernama Pak Harmanto, beliau adalah selaku pembimbing kami selama melakukan observasi di SLB tersebut. Beliau adalah guru yang ramah, maka dengan senang hati mau membantu kami dan khususnya mempersilahkan saya untuk berinteraksi dengan salah satu siswa tunanetra yang bernama Muhammad Arifin, yang biasa dipanggil Arifin. Arifin adalah kelompok yang mengalami keterbatasan penglihatan berat atau Blind. Biasanya dia berjalan dengan menggunakan tongkat. Menurut cerita dari dia, awalnya dia gangguan penglihatan low vision. Kemudian ketika dia menginjak masa remaja awal dia mengalami keterbatasan penglihatan berat atau Blind.
Dari hasil interaksi yang saya lakukan, saya banyak mendapatkan informasi tentang diri Arifin dan juga sedikit informasi tentang SLB-A YKAB Surakarta. Arifin lahir di Sragen, 19 Nopember 1990. Sekarang dia genap berusia 20 tahun, yang sebenarnya seumuran dengan kita. Akan tetapi dia sekarang masih kelas 6 SD. Dia merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Menurut cerita dari dia, dia sekolah di SLB-A YKAB Surakarta ini semenjak kelas 1 SD. Pada waktu kelas 1 sampai dengan kelas 3 dia ke sekolah selalu diantar jemput sama bapaknya. Dia selalu berangkat pagi-pagi sekitar jam 6.00 WIB agar tidak telat datang ke sekolah. Akan tetapi mulai kelas 4 dia sudah tinggal di asrama sekolah. Dia pulang setiap 2 bulan sekali. Akan tetapi orang tuanya juga selalu menjenguk setiap Minggu. Dia mengaku sangat senang dan merasa betah tinggal di asrama, karena teman-temannya banyak sehingga bisa belajar dan bermain bersama.
Dari pengamatan yang saya lakukan dalam hal berinteraksi Arifin tergolong anak yang pandai dan cepat akrab dan dapat berinteraksi dengan baik ketika ia baru bertemu dengan orang yang ia kenal. Jika ditanya tentang nama, alamat dan tentang apa yang ia kerjakan ia akan menjawab dengan lancar. Ketika mengikuti pelajaran ia sangat memperhatikan dan berkonsentrasi. Dalam hal kemampuan akademik/intelektual Arifin sudah pandai dan lancar baik itu menulis huruf maupun angka dengan menggunakan huruf Braille. Tulisannya pun juga rapi. Dalam hal membaca Arifin dikatakan sudah bisa walaupun tidak begitu lancar. Dia bisa membaca dengan menggunakan huruf Braille. Arifin dapat dikatakan ia sudah mampu dalam pelajaran menghitung, walaupun dia mengaku tidak suka dengan pelajran matematika. Saya juga sempat bertanya bagaimana cara membaca dan menulis menggunakan huruf Braille. Kemudian saya diajari menulis dan membaca menggunakan huruf Braille. Dalam hal emosi, Arifin merupakan anak yamg baik dan juga tidak mudah tersinggung. Dalam aspek fisik, Arifin tidak banyak mengalami hambatan, secara umum hampir sama dengan anak-anak pada umumnya.
Arifin juga bercerita kepada saya bahwa dia mempunyai hobi olahraga yaitu sit-up. Dia rutin malakukannya setiap pagi atau sore hari. Dia tergolong anak yang rajin belajar karena selalu belajar setiap malam. Dan juga tergolong orang yang taat agama. Dia bercerita kepada saya bahwa dia mempunyai hobi menjadi seorang penulis terkenal. Arifin adalah anak yag menyenangkan, Karena saya rasa pertemuan dengannya cukup, kemudian saya pamitan pulang dan tak lupa mengucapkan terima kasih karena sudah diizinkan menganggu waktu belajarnya.

B.   Gambaran umum SLB-A YKAB Surakarta
Menurut hasil wawancara dengan salah satu guru yang tunanetra yang bernama Slamet Widodo yang saat itu kebetulan beliau sedang tidak ada jam mengajar, dimana beliau mengajar pada mata pelajaran SBK, Bahasa Jawa, SSD, dan kesenian. Saya mendapat banyak sekali informasi tentang SLB-A YKAB Surakarta ini, diantaranya yaitu:
1.    Keadaan siswa-siswi SLB-A YKAB Surakarta
           Sekolah Luar Biasa Tunanetra Surakarta kini mengikuti system pendidikan mengukuti kurikulum, yaitu “Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan” yang dimulai dari SDLB dan SMPLB. Sekolah Luar Biasa Tunanetra dimulai dari TKLB, SDLB dan SMPLB. Tunanetra yang baru masuk sekolah terlebih dahulu menuntaskan pendidikan ditingkat TKLB tanpa melihat usia tunanetra tersebut untuk mengenalkan pendidikan dengan system pengajaran tunanetra dengan menggunakan huruf Braille. Kemudian apabila dilihat sudah mampu menguasai huruf Braille, mereka akan dipindahkan ke kelas selanjutnya. Di sekolah luar biasa ini system kenaikan kelasnya tidak berdasarkan tahun seperti sekolah normal, namun mereka dapat naik kelas dalam satu tahun bisa dua sampai tiga kali, kalau mereka sudah mampu. Namun, bisa saja dalam satu tahun tidak naik kelas Karen dilihat belum mampu untuk melanjutkan ke kelas yang lebih tinggi.

2.       Visi dan Misi SLB-A YKAB Surakarta
a)      Visi Sekolah Luar Biasa Tunanetra YKAB Surakata
Adapun yang menjadi visi dari Sekolah Luar Biasa Tunanetra YKAB Surakata adalah:
 melangkah mandiri, maju, berprestasi, berbekal pengetahuan dan keimanan”

b)      Misi Sekolah Luar Biasa Tunanetra YKAB Surakata
Misi Sekolah Luar Biasa Tunanetra YKAB Surakata adalah:
1.      Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif, sehingga tiap siswa mengenal potensi dirinya dan dapat berkembang secara optimal.
2.      Menumbuhkan rasa percaya diri untuk menjadikan pengetahuan sebagai jendela menguak kegelapan serta mewujudkan ketrampilan sebagai sarana untuk bekal kehidupan.
3.      Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama yang dianut sehingga menjadi sumber keimanan agar bijak dan bersahaja dan besikap dan bertindak.
4.      Menumbuhkan kecintaan terhadap budaya bangsa agar tumbuh semangat persatuan.

3.   Sarana dan prasarana
a)      Prasarana belajar
*      Ruang belajar cukup baik TKLB, SLB, SMPLB
*      Ada ruang khusus untuk belajar mengajar
*      Ada ruang khusus untuk music
*      Ada ruang khusus untuk computer
b)      Pengadaan sarana belajar
*      Telah tersedia berbagai buku-buku pelajaran Braille dalam proses belajar mengajar

4.      Proses belajar-mengajar di Sekolah Luar Biasa Tunanetra YKAB Surakata
Penggunaan semua fungsi indera maupun fungsi motorik sebagai eksplorasi terhadap lingkungan sekitar memiliki peranan yang sangat penting. Namun diantara pancaindra yang dimiliki manusia, indra penglihatan menjadi indra terdepan, disamping fungsi organ fisik yang lain mempunyai kontribusi yang sangat berarti. Oleh karena itu, hilangnya sebagian atau keseluruhan fungsi mata sebagai indra penglihatan pada seorang berarti ia serasa kehilangan sebagian perangkat hidup yang sangat berharga bagi dirinya.
Meskipun penglihatan memiliki peranan yang sangat vital, namun bukan berarti dengan hilangnya fungsi penglihatan manusia sama sekali tidak mempunyai kesempatan untuk memperoleh pengalaman melalui berbagai interaksi dengan lingkungan sekitarnya, melainkan ia masih dapat mensubtitusi hilangnya indra penglihatan tersebut melalui kompensasi indra lain yang masih berfungsi, walaupun hasilnya tidak secanggih dan selengkap jika diberengi dengan penggunaan indra penglihatan.
Seorang yang kehilangan penglihatan, biasanya pendengaran, perabaan, hafalan/ingatan akan menjadi sarana alternative yang digunakan untuk melakukan pengenalan lingkungan dalam proses pembelajaran. Maka tidak heran. Pendengaran, perabaan serta ingatan mereka biasanya diatas manusia normal. Dengan mengandalkan kepekaan terhadap rangsangan, akhirnya mereka dapat menstimulasi pesan tanpa lewat indra penglihatan.
Sekolah, merupakan tempat untuk melangsungkan proses belajar dan mengajar antara tunanetra dengan pendidik atau pengasuhnya. Untuk menciptakan lingkungan yang saling berinteraksi, guru harus mampu mengetahui situasi dan kondisi si tunanetra. Merupakan hal yang menjadi tantangan berat, ketika tunanetra tidak mampu mengikuti pelajaran dengan baik. Dengan demikian guru harus memupuk persaudaraan yang baik dengan siswa-siswi. Begitu juga halnya dengan tunanetra, yang secara umum hanya mampu menangkap pelajaran yang disampaikan lewat indra pendengaran dan daya ingat. Si tunanetra juga dituntut untuk memaksimalkan kemampuan demi keberlangsungan proses belajar dan mengajar.

a)      Anak didik
Pada dasarnya setiap anak yang dididik sebagai siswa-siswi di sekolah harus dilayani sesuai dengan hak dan tanggung jawabnya sebagai anak didik. Oleh karena itulah, siswa-siswi membutuhkan pendidikan yang baik dari pendidiknya. Terlebih-lebih pada sekolah luar biasa yang system pendidikannya lebih khusus dari pada pendidikan normal pada umumnya. Seperti halnya anak didik di SLB-A YKAB Surakarta yang mendapatkan pelayanan khusus. Dimana mengingat, kebutuhan yang mereka alam maka metode pengajarannya diharapkan menggunakan pendekatan yang baik terhadap si tunanetra.
Sebagai panti asuhan yang mengelola di bidang pelayanan dan pemberdayaan terhadap tunanetra, SLB-A YKAB Surakarta menampung berbagai karakter tunanetra yang beragam. Baik itu suku bangsa, umur, jenis kelamin, agama dan sebagainya. Akan tetapi, keragaman itu tidak akan mempengaruhi kenerja yayasan terhadap pelayanan yang diberikan kepada tunenetra. Guru sebagai pengajar/pendidik harus memahami betul apa yang dialami dan dibutuhkan setiap anak. Dengan perhatian dan kasih sayang yang lebih, mereka dapat mengembangkan potensi dirinya kearah yang lebih baik lagi. Demikianlah tunanetra di SLB-A YKAB Surakarta mendapatkan pendidikan dan pengajarannya. Tanpa perhatian itu, mereka akan merasa terabaikan dan kurang percaya diri.
b)      Guru
Peran guru di SLB-A YKAB Surakarta memiliki tugas yang sangat berat bila dibandingkan dengan guru-guru di sekolah normal lainnya. Mengapa demikian? Karena yang dihadapi bukanlah anak didik yang normal melainkan yang mengalami kebutaan.
Guru mempunyai tugas sesuai bidangnya masing-masing baik itu dalam bidang studi ataupun bidang atau aspek lainnya. Dengan adanya pembagian bidang masing-masing guru, sangat membantu terhadap kelangsungan belajar dan perkembangan fisik dan social tunanetra. Keistimewaan anak didik di SLB-A YKAB Surakarta adalah tidak bisa dipaksakan dengan keinginan sendiri dan apabila dipaksa konsentrasinya akan berkurang dan merasa tertekan. Oleh karena itu, setiap guru harus menguasai anak didik, menguasai tujuan, metode pembelajaran, materi, menguasai cara mengevaluasi, alat pembelajaran dan lingkungan belajar.
Guru yang mempunyai inisistif dan ketramplan khusus, akan mampu merubah hidup anak didik yang ada di yayasan SLB-A YKAB Surakarta. Kesabaran, komitmen dan loyalitas adalah hal penting dalam mendidik anak.
c)      Tujuan
Proses belajar-mengajar di yayasan SLB-A YKAB Surakarta mempunyai tujuan untuk menumbuhkan perkembangan anak dalam penyesuaian diri anak seperti kemampuan menolong diri sendiri, kemampuan memotivasi diri, kamampuan memelihara diri dan kempuan mengarahkan diri.
Yayasan SLB-A YKAB Surakarta mempunyai tujuan membantu dan mengatasi kesulitan orang tua. Selain memberikan materi pembelajaran secara akademik, yayasan ini juga memberikan berbagai keterampilan-keterampialan yang mendukung proses belajarnya. Oleh karena itulah, orang mempunyai inisiatif untuk memasukkan anaknya di yayasan ini. Sehingga dengan mendapatkan segala sesuatu yang diberikan oleh yayasan ini bertujuan untuk membantu perkembangan pertumbuhan, yang awalnya hanya tergantung pada bantuan orang lain, tetapi setelah dididik di yayasan SLB-A YKAB Surakarta secara perlahan mampu menolong diri sendiri.
d)     Materi Belajar
Materi pembelajaran di yayasan SLB-A YKAB Surakarta tetap saja berdasarkan kurikulum Departemen pendidikan dan Kebudayaan, maka materi yang diberikan tidaklah berbeda dengan mata pelajaran pada pendidikan sekolah-sekolah umum lainnya. Bedanya hanya di metode dan strategi penyampaian pelajaran itu kepada siswa-siswi. Untuk mempertahankan konsentrasi tunanetra maka tidak jarang guru melucu dan bercerita sesuai kemampuannya untuk mempengaruhi daya konsentrasi tunanetra.
e)      Metode
Yayasan SLB-A YKAB Surakarta menggunakan metode individualis kepada setiap anak didik dalam memerikan pelajarannya. Artinya dimana setiap anak didik senantiasa diperhatikan satu persatu oleh guru. Metode diterapkan mengingat keadaan anak didik yang selalu tergantung dengan bantuan orang lain dan batas kemampuannya saja. Di yayasan SLB-A YKAB Surakarta seorang guru berperan sebagai penolong dan teman dekat bagi anak didik. Dengan mendekatkan diri menjadi lebih intim, tunanetra akan merasa nyaman dan betah untuk diajari. Inilah yang membedakan pendidikan khusus dengan pendidikan normal pada umumnya.
f)       Pola Pembinaan
Sebagai pendidikan yang dikhususkan untuk penyandang cacat mata, walaupun ada beberapa diantara mereka yang menyandang lamban belajar, yayasan SLB-A YKAB Surakarta sangat memperhatikan kehidupan mereka sehari-hari baik itu di sekolah maupun juda yang berada di asrama. Keberadaan mereka dipandang sama dengan manusia awas, dengan tidak adanya pembedaan ataupun juga diskrininasi membuat mereka lebih nyaman dan terlindungi. Di bawah ini merupakan wujud kepedulian dan pembinaan yayasan terhadap tunanetra, diantaranya adalah:
Ø  Penyediaan ruang belajar yang cukup baik dari TLLB, SDLB, SMPLB disertai dengan pengasuh-pengasuh yang baik dan ramah.
Ø  Penyediaan ruang khusus untuk belajar mengajar dengan menggunakan media Tape recorder yang berguna untuk melatih dan menguji daya tangkap si tunanetra baik itu pendengaran serta daya ingat.
Ø  Penyediaan untuk menyalurkan bakat bermusik dan bernyanyi.
Ø  Di setiap kelas tersedia berbagai buku pelajaran Braille.
Demikian pemberdayaan yang dilakukan oleh yayasan SLB-A YKAB Surakarta kepada setiap tunanetra yang berada didalamnya. Mereka tidak memandang status, agama, suku, golongan semua sama dimata Tuhan. Oleh karena itu, yayasan ini semakain berkembang saja dari tahun ke tahun.

       5. PELAYANAN FASILITAS
a)                            Tempat tinggal/Asrama
               System sekolah berasrama terpusat tersebut dimaksudkan agar siswa/siswi melalui intraksi kelompoknya dapat mengenal secara dekat dan secara batin kelompok social dan lingkungan sosialnya.
           Tujuan asrama adalah:
v  Untuk menampung tunanetra
v  Untuk meningkatkan keseriusan belajar tunanetra
v  Untuk meningkatkan mental dan disiplin tinggi, wawasan berkreatif
               Sebagian besar tunanetra yang bersekolah yayasan SLB-A YKAB Surakarta berada dan tinggal di asrama. Yayasan memberikan tempat tinggal bagi mereka selayaknya panti asuhan pada umumnya. Keberadaan tunanetra di asrama tidak ada bedanya seperti hidup dan tinggal dalam rumah sendiri. Hanya saja dilingkungan asrama dituntut kedisiplinan yang tinggi.
b)                             Huruf Braille
              Braille adalah huruf timbul yang terdiri dari enam titik yang dapat dibaca oleh tunanetra melalui perabaan. Alat tulis Braille disebut Reglet dan Pen. Tulisan Braille adalah dasar dari semua mata pelajaran sekolah tunanetra. Melalui tulisan ini, mereka bisa memaca, menilis sudut dan mengetahui banyak hal tentang apa saja yang mereka belum ketahui selama ini. Melaui tulisan ini, mereka tidak lagi merasa terasing dan terisolir, tidak lagi merasa sebagai tak berharga. Tetapi setara dan sejajar dengan saudara-daudara yang normal.
c)                                  Music
              Salah satu kegiatan anak-anak SLB-A YKAB Surakarta yang paling favorit adalah bermain music. Walaupun tak dapat melihat, mereka bisa mengatur sendiri suara-suara gitar, melodi, bass atau alat-alat music karawitan. Mereka tau menyetemnya sehingga menghasilkan paduan bunyi yang indah di telinga.

      6. DISIPLIN
           Disiplin merupakan suatu cara atau alat dalam pendidikan yang melatih anak untuk bertingkah laku menurut pola atau aturan-aturan yang ada termasuk juga untuk , norma-norma yang berlaku dalam hidup.
            Rahasia kunci keberhasilan hanya terwujud jika seseorang mencintai dan menghargai kedisiplinan. Disiplin adalah hal yang paling penting dalam hidup manusia, dan hal ini juga yang membedakan manusia dengan hewan. Tanpa dengan kedisiplinan manusia tidak akan pernah menggapai keberhasilannya. Kedisiplinan mencakup keseluruhan aktifitas manusia, artinya segala kegiatan manusia itu diharuskan untuk memasukkan element disiplin di dalamnya. Seperti halnya di dalam yayasan SLB-A YKAB Surakarta yang telah sekian lama menanamkan kepada siswa-siswi untuk mematuhi dan menghargai kedisiplinan itu sendiri. Tanpa kedisiplinan hidup serasa kurang dihormati.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Peranan masyarakat terhadap peranan pendidikan untuk ketunanetraan kini telah berubah. Pada abad-abad masyarakat memandang bhwa tunanetra merupakan manusia yang tidak berguna. Anak-anak bayi yang lahir dalam keadaan buta tidak akan diberi hak untuk hidup. Kini anak-anak yang lahir dalam keadaan buta diberi hak untuk hidup. Anak-anak tunanetra diberi kesempatan untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki.
Untuk mengembangkan potensi tunanetra, diperlukan suatu wadah yang dapat membimbing mereka seperti lembaga-lembaga social dan sekolah-sekolah luar biasa. Tunanetra memerlukan system pendidikan yang dapat mengembalikan keberfungsisn social mereka sehingga tunanetra dapat bertahan hidup di dalam masyarakat.
Keteramplan adalah kemampuan yang berasal dari pengetahuan, latihan, bakat untuk melakukan sesuatu yang baik yang diperoleh dari belajar dan latihan. Ada materi-materi dasar yang diberikan kepada tunanetra yang bertujuan untuk perkembangan kompetensi sosisl secara optimal, atau mengangkan kemamuannya untuk beradaptasi dengan lingkungannya, yang ditujukan dengan kemampuannya untuk mempersepsi orang lain secara tepat, asertif, responsive, berempati, memiliki rasa humor, ramah kepada teman sebaya dan santun kepada orang lain. Adapun materi dasar tersebut, yaitu:
Ø  Pengembangan psikologis dan kognitif yang terkait dengan ketunanetraan (kekuatan psikologis dan pemahaman tentang ketunanetraan)
Ø  Kemandirian (aksebilitas lingkungan fisik, keterampilan orientasi dan mobolitas, keterampilan merawat diri dan keterampilan makan)
Ø  Keterampilan interaksi social (eksposur social, bermain fantasi, permainan perstruktur, keterlibatan dalam kegiatan kelompok dan bahasa non verbal)
Meteri ini didasarkan atas kebutuhan khusus anak tunanetra dalam lingkungan belajarnya.
 Sekolah Luar Biasa Tunanetra (SLB-A) merupakan salah satu lembaga social yang memberikan  pengajaran dan pendidikan kepada penderita tunanetra. Sekolah Luar Biasa Tunanetra (SLB-A) YKAB Surakarta adalah sebuah lembaga pendidikan formal swasta yang mengemban tugas untuk mengembangkan dan merealisasikan potensi yang ada pada tunanetra sehingga mereka dapat diberdayakan dalam masyarakat. Ketersediaan sarana dan fasilitas yang ada di sekolah luar biasa tersebut sangat menunjang proses pendidikan yang dilakukan di sekolah tersebut. Hal ini diberikan agar apabila telah menyelesaikan proses pendidikan di sekolah, tunanetra dapat hidup mandiri dan mampu merealisasikan potensi yang ada, serta dapat berinteraksi dengan baik di dalam masyarakat luas.
Mengalami hambatan dalam penglihatan tidak berarti mengalami hambatan pula dalam memperoleh pendidikan yang sama dengan teman sebayanya. SLB-A YKAB Surakarta menyelenggarakan pendidikan dan juga peningkatan life skill dimana mereka dilatih sebaik mungkin dengan tujuan agar mereka dapat bersosialaisasi dengan masyarakat dan mandiri nantinya.
Sehingga dengan adanya yayasan SLB-A YKAB Surakarta ini, tunanetra dapat memaknai hidupnya l  lebih berharga lagi. Sekolah dalam penelitian ini juga merupakan suatu bentuk penyimbolan yang mempunyai makna tertentu yang diyakini oleh pengguna pendidikan atau masyarakat pada umumnya. Manusia, terutama sekali individu yang sedang berkembang selalu dihadapkan pada berbagai macam bentuk penyimbolan yang secara historis telah ada didalam lingkungannya. Bentuk penyimbolan bias dikatakan juga turut menentukan identitas dan penempatan diri seorang individu di dalam komunitasnya. Salah satu hal yang harus diperhatikan dan dijalani oleh setiap individu adalah bagaimana mereka harus menggeluti suatu bentuk penyimbolan sehingga mereka dapat diterima atau menjadi sama dalam pembauranya dengan suatu golongan atau kelompok di dalam masyarakat. Hal ini yang memicu timbulnya niat orang tua untuk menyekolahkan anaknya di yayasan SLB-A YKAB Surakarta.
B.   Saran
Ada yang menjadi saran penulis baik pihak kampus maupun pihak yayasan SLB-A YKAB Surakarta demi kemajuan dan perkembangan tunanetra dan mahasiswa dalam penelitian adalah:
1.     Hendaknya yayasan SLB-A YKAB Surakarta lebih giat lagi membina para tunanetra yang pada umumnya berasal dari keluarga kurang mampu juga dalam mencari donatur yang dapat membantu tunanetra dalam hal dana bagi pendidikan mereka.
2.  Meningkatkan kesejahteran guru dan pegawai-pegawai yayasan SLB-A YKAB Surakarta, sehingga kebutuhan hidupnya dapat tercukupi.
3.  Menambah tenaga pengajar dan pegawai, karena yayasan SLB-A YKAB Surakarta masih membutuhkan tenaga pengajar dan pegawai.
4.     Tenaga pengajar yang ada di yayasan SLB-A YKAB Surakarta seharusnya disesuaikan dengan bidangnay karena terkadang ada diantara mereka yang kurang menguasai bahan pelajaran yang disampaikan kepada anak didik.
5.      Diharapkan untuk meningkatkan sarana dan prasarana di yayasan SLB-A YKAB Surakarta agar tunanetra dapat mengaktualisasikan kemmapuannya.
6.      Ada keterampilan yang diberikan sudah sesuai dengan kemampuan tunanetra namun masih kurang karena belum memiliki variasi dan ketrampilan yang sebelimnya sehingga kemampuan mereka masih terbatas. Dan masih minimnya lapangan  pekerjaan bagi tunanetra, sangat diharapkan kerjasama antara yayasan SLB-A YKAB Surakarta dengan para pengusaha dan pemerintah sehingga tunanetra mempunyai kesempatan yang sama dengan orang-orang normal dalm mencari pekerjaan.
7.  Bagi tunanetra, selain diri sendiri, keluarga dan lingkungan disekitar kita turut mempengaruhi perkembangan diri sehingga perlu beradaptasi dengan lingkunagn dan dapat melihat realita dengan sesungguhnya. Tidak perlu merasa putus asa dengan kecacatan yang sedang diderita. Manfaatkan di yayasan SLB-A YKAB Surakarta untuk mencapai prestasi yang baik
8.    Bagi orang tua yang memiliki anak tunanetra, menjadi tunanetra bukanlah menjadi suatu kutukan yang harus dibuang, tetapi merupakan suatu anugrah yang ahrus disyukuri. Dan kekurangan yang ada pasti ada kelebihan yang perlu dikembangkan dan digali lagi sehingga menjadi oarng yang lebih maju. Tidak perlu malu karena memiliki keluarga yang tunanetra. Peran serta orang tua sangat diperlukan dalm membina seorang tunanetra agar menjadi orang yang lebih dari orang-orang yang dapt melihat. Jangan terlalu memanjakan dirinya kerena tunanetra tidak akan mandiri dan tergantung pada orang yang ada di sekitarnya.
9.      Diharapkan kepada yayasan SLB-A YKAB Surakarta untuk lebih sosialis dan peduli lagi kepada mereka-mereka yang tunanetra. Karena masih ada banyak lagi tunanetra yang belum terjaring di dalamnya. Oleh karena itu, perlu dibuat suatu badan untuk mencari informasi mengenai tunanetra yang ada di sekitar Surakarta.
..........................................................................................................................................................
TUGAS:
PENDIDIKAN INKLUSI SEMESTER 3


0 komentar:

Posting Komentar

 
hawinda© Designed by: Compartidisimo